VOB , Mataram – Dalam upaya mendukung keberlanjutan budidaya padi, petani di Lombok Barat diajak untuk mengimplementasikan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)
melalui pengomposan in-situ. Pengomposan in-situ adalah proses mengubah limbah organik menjadi kompos secara langsung di lokasi produksi tanaman. Dalam konteks budidaya padi, penggunaan kompos sebagai pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Ajakan tersebut disampaikan Akademsi FP Unwar Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M.Si saat sosialisasi dan pelatihan pengomposan limbah jerami padi kepada Kelompok Tani Kelapa Gading, Desa Kebon Ayu, Kabupaten Lombok Barat, NTB pada Minggu (26/5) serangkaian kegiatan Pengabdian kepada masyarakat (PKM) kerjasama antara Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar) dengan Universitas Mataram. Dalam paparannya, Muliarta menjelaskan bahwa konsep LEISA menekankan pada pemanfaatan sumber daya lokal dan input eksternal yang rendah untuk mendukung produktivitas pertanian yang berkelanjutan.
"Salah satu komponen penting dalam konsep LEISA adalah pengomposan in-situ atau pengomposan yang dilakukan langsung di lahan pertanian. Melalui kegiatan ini, kami mengajak para petani untuk memanfaatkan limbah jerami padi sebagai bahan baku kompos yang dapat diaplikasikan kembali ke lahan pertanian mereka," ujar Muliarta yang juga merupakan Koordinator Asosiasi Media Online (AMSI) Wilayah Bali, NTB dan NTT.
Menurut Muliarta, pengomposan in-situ mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan bahan organik di tingkat petani. Selain itu, teknik ini juga dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam konsep LEISA yang bertujuan untuk mewujudkan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan dan produktif.
Muliarta menjelaskan pengomposan limbah jerami padi secara in-situ melalui metode pengomposan aerob, selain sebagai upaya implementasi konsep LEISA juga berkontribusi bagi upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan langkah mitigasi pemanasan global. Apabila ini mampu diimplementasikan maka petani secara langsung telah melakukan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan.
Muliarta mengungkapkan selama ini umumnya masih banyak petani yang membakar limbah jerami padi yang dihasilkan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah untuk mengejar masa tanam berikutnya dan tidak mengetahui cara pengomposan limbah jerami padi. Padahal pembakaran limbah jerami padi sama halnya dengan membuang sumber data pupuk.
Muliarta menyampaikan berdasarkan hasil beberapa penelitian didapatkan bahwa produksi limbah jerami padi mencapai 10-15 ton/ha dan 70-80 % unsur hara yang diserap tanaman padi ada di jerami. Apabila 1 ton jerami padi dikomposkan maka akan menghasilkan sekitar 0,5 ton kompos dan penggunaan kompos jerami padi dapat mengurangi 20-80 % penggunaan pupuk anorganik.
Kepala Desa Kebon Ayu Jumarsa menyampaikan salah satu permasalahan yang dihadapi petani adalah keterbatasan pupuk dan pengelolaan limbah. Petani sangat membutuhkan pendampingan tentang cara membuat pupuk.
"Petani sangat terypada pupuk kimia, sehingga kita minta perguruan tinggi membantu menyiasati" ungkap Jumarsa.
Sedangkan Ketua Kelompok Tani, Kelapa Gading, Marzuki sangat berharap ada transfer teknologi, khususnya pengomposan limbah pertanian. Hal ini agar petani dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dan tidak lagi membakar jerami padi yang dihasilkan.
Sementara Prof I Gusti Putu Muliarta Ariana, Sekretaris LPPM Universitas Mataram menyampaikan kerjasama kegiatan antara Unwar dan Unwar sebagai bagian dari implementasi Tri Darma perguruan tinggi. Harapanya kegiatan kolaborasi ini dapat terus berlanjut. Apalagi kegiatan kolaborasi merupakan bagian dari implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)
Posting Komentar